1. Manusia
Manusia atau orang dapat diartikan
berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara
campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens
(Bahasa Latin yang berarti “manusia yang tahu”), sebuah spesies primata dari
golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal
kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana,
dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau
makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras
lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan
bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan
teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok
dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling
utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin
seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda
laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda
perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah
berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil
balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak
penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna
kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama
(penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ),
hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri,
keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.
2. Hakekat Manusia
- Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
- Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
- yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
- Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
- Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
- Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
- Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
- Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
3. Kepribadian Bangsa Timur
Kepribadian Bangsa Timur merupakan
suatu karakter yang mencerminkan masyarakat yang menganut budaya dari Timur
(Asia & Timur-Tengah), yang menunjukkan ke-khasan dan pola pikir dan
kebiasaan yang terdapat di daerah Timur. Kepribadian bangsa timur pada
umumnya merupakan kepribadian yang mempunyai sifat tepo seliro atau memiliki
sifat toleransi yang tinggi. Dalam berdemokrasi bangsa timur umumnya aktif
dalam mengutarakan aspirasi rakyat. Seperti di negara Korea, dalam berdemokrasi
mereka duduk sambil memegang poster protes dan di negara Thailand, mereka
berdemokrasi dengan tertib dan damai.
Kepribadian bangsa timur juga
identik dengan tutur kata yang lemah lembut dan sopan dalam bergaul maupun
dalam berpakaian. Terdapat ciri khas dalam berbagai negara yang mencerminkan
negara tersebut memiliki suatu kepribadian yang unik. Misalnya masyarakat
Indonesia khususnya daerah Jawa. Sebagian besar mereka bertutur kata dengan
lembut dan sopan. Dan terdapat beberapa aturan atau larangan yang tidak boleh
dilakukan menurut versi orang dulu yang sebenarnya menurut orang Jawa itu suatu
nasihat yang membangun. Misalnya tidak boleh duduk di depan pintu. Hal tersebut
merupakan ciri khas kepribadian yang unik.
Bangsa timur juga memiliki
kebudayaan yang masih kental dari negara atau daerah masing-masing. Masih ada
adat-adat atau upacara tertentu yang masih dilaksanakan oleh bangsa timur.
Misalnya bangsa Indonesia masih banyak yang melaksanakan upacara-upacara adat
dan tarian khas dari masing-masing daerah. Contohnya daerah Bali yang masih
melaksanakan tarian khas daerahnya yaitu tarian pendet, kecak, tarian barong.
4. Unsur-unsur Kebudayaan
suatu kebudayaan tidak akan pernah
ada tanpa adanya beberapa sistem yang mendukung terbentuknya suatu kebudayaan,
sistem ini kemudian disebut sebagai unsur yang membentuk sebuah budaya, mulai
dari bahasa, pengetahuan, tekhnologi dan lain lain. semua itu adalah faktor
penting yang harus dimiliki oleh setiap kebudayaan untuk menunjukkan eksistensi
mereka.
- Bahasa : yaitu suatu sistem perlambangan yang secara arbitrel dibentuk atas unsur – unsur bunyi ucapan manusia yang digunakan sebagai gagasan sarana interaksi
- Sistem pengetahuan : yaitu semua hal yang diketahui manusia dalam suatu kebudayaan mengenai lingkungan alam maupun sosialnya menurut azas – azas susunan tertentu
- Organisasi sosial : yaitu keseluruhan sistem yang mengatur semua aspek kehidupan masyarakat dan merupakan salah satu dari unsur kebudayaan universal
- Sistem peralatan hidup dan tekhnologi : yaitu rangkaian konsep serta aktivitas mengenai pengadaan, pemeliharaan, dan penggunaan sarana hidup manusia dalam kebudayaannya
- Sistem mata pencarian hidup : yaitu rangkaian aktivitas masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam konteks kebudayaan
- Kesenian : yaitu suatu sistem keindahan yang didapatkan dari hasil kebudayaan serta memiliki nilai dan makna yang mendukung eksistensi kebudayaan tersebut
- Sistem religi : yaitu rangkaian keyakinan mengenai alam gaib, aktivitas upacaranya serta sarana yang berfungsi melaksanakan komunikasi manusia dengan kekuatan alam gaib
5. Orientasi Kebudayaan
Marilah kita menyadari, kebudayaan
bukanlah kreasionisme. Kebudayaan melakukan banyak penyimpangan dari desain
besar yang ingin mengendalikannya. Sudah saatnya menganggap selesai perdebatan
tentang orientasi utama dan bentuk terakhir kebudayaan Indonesia. Setiap orang
secara potensial adalah pencipta kebudayaan (NIRWAN
DEWANTO, Senjakala Kebudayaan, Yayasan Bentang Budaya 1996)
Dari pernyataan tersebut di atas,
sesungguhnya kita sedang digugah untuk menyadari bahwa desain besar kebudayaan
kita sedang dalam kondisi kritis. Sebagai contoh, kebudayaan tradisional yang
agung (High Culture) telah terkalahkan oleh budaya modern (Dinamice Culture)
yang didukung oleh sains dan teknologi. Kebudayaan yang mendunia (baca
globalisasi) sekarang pun terbukti mengalami krisis karena telah gagal
mensejahterakan masyarakat secara umum. Kebudayaan modern, meskipun telah
banyak kemajuan di bidang sains dan teknologi, namun secara ekonomi hanya
menguntungkan pihak tertentu saja, dalam hal ini kapitalislah yang diuntungkan
sebagai produsen dan pemilik sumber kebudayaan modern yang cenderung
mempengaruhi dan mengusai kebudayaan dunia.
Maka menjadi wajar kebudayaan modern
melahirkan kebudayaan destrukrif misalnya berupa demonstrasi, bahkan anarkis
menjadi bagian kebudayaan orang-orang yang merasa dirugikan (contoh : demo
buruh dan karyawan menuntut perbaikan upah untuk memenuhi kebutuhan
kesejahteraannya). Kesejahteraan buruh sangat ditentukan oleh kepemilikan kapital
(kebudayaan materialisme). Maka peran pemerintah sebagai penentu kebudayaan
yang seharusnya mensejahterakan rakyat menjadi bergeser sebagai penjaga
keamanan, ujung-ujungnya demi capital juga pemerintah melakukan represi dan
penindasan kepada rakyat yang tidak menguntungkan kebijakannya. Pemerintah
menjadi agen bagi pemilik modal raksasa (baca: ekonomi sebagai panglima),
misalnya dalam kasus Freeport dan masyarakat Timika yang terbelakang
pendidikannya.
Pendidikan Pasar
Paradigma kebudayaan modern telah
menjadikan dunia spiritual termasuk seni dan agama cukup sebagai komoditi yang
perlu diperhitungkan dengan nilai harga jualnya. Pendidikan mahal menjadi
keniscayaan karena kebutuhan sarana dan prasarana menjadi penting, termasuk
pula teknologi pendidikan menjadi ukuran kualitas lembaga pendidikan yang
mendunia. Keberhasilan transformasi ilmu guru kepada murid juga diukur dari
penguasaan peralatan mengajar yang digunakan gurunya.
”Globalisaasi”, Dulu notebook
bermakna buku sekarang bermakna laptop, artinya teknologi telah mampu merubah
makna kata dari pemahaman konsumennya. Pemahaman konsumen ternyata mudah
dibentuk oleh produsen atau bahasa lokal telah dikalahkan oleh bahasa global.
Dalam konteks kebudayaan, bahasa Indonesia telah tercerabut dari akarnya dan
selanjutnya image kepada guru yang tidak menguasai teknologi dianggap
ketinggalan, atau mungkin diragukan kemampuan mengajarnya. Maka sekolah atau
lembaga pendidikan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk melatih guru-guru
menggunakan teknologi modern.yang belum tentu bisa, karena tidak memiliki
perangkat sendiri yang mahal harganya. Apalagi guru-guru “tradisi” seperti Umar
Bakri (simak lagu ciptaan Iwan Fals). Mungkin lebih tepat guru-guru melagukan
Song theme “Hous For Sale” By Bule.
Kebudayaan Alternatif
Namun untuk kembali ke tradisi sudah
tidak mungkin lagi, kecuali mencari pijakan kebudayaan pendidikan baru yang
dinamis namun tidak bergantung pada biaya tinggi. Pembelian produk teknologi
yang berkembang cepat dan menuntut konsumen untuk terus mengikuti, tentu saja
berat kecuali Indonesia menjadi negara produsen teknologi tinggi. Untuk ini
kita tidak bisa percaya pada ramalan para ahli globalisasi. Di dalam zaman kita
ini, kenyataan bukanlah hal yang mudah ditangkap. Kenyataan adalah fragmentasi
dari kebudayaan yang telah terbelah-belah oleh kekuatan ekonomi (mass culture).
Dalam hal ini, selera pasar menjadi penting untuk diperhitungkan lagi.
Kesejahteraan guru haruslah dilihat sebanding dan sejajar dengan pendapatan
selebrities.Tujuan kebudayaan tak lain untuk kemajuan dan kesejahteraan hidup
manusia di mana saja dan sebagai apa saja. (Surat kepercayaan gelanggang 1960:
Kami adalah pewaris sah kebudayaan dunia).
Sejuta Milyar Satuan
Kawan, peran apa yang kau berikan
untuk mengisi kemerdeekaan ini?
Pernyataan puitis tersebut di atas,
mempertegas bahwa posisi kebudayaan sesungguhnya berada pada diri kita
masing-masing sebagai pelaku (seleksi terhadap pengaruh asing dalam lingkup
“kebudayaan”). Kebudayaan saling-silang (baca kebudayaan tarik-ulur) lalu melahirkan
kebudayaan post-modern yang muncul dan kemudian dianggap gagal karena
merancukan keyakinan beragama bagi masyarakat (umat) penganutnya. Oleh karena
itu, sebagai jawaban kita pasti bersepakat dengan Islam, misalnya ayat 136
surat Al Baqarah yang jelas menyatakan:
Katakanlah :”Kami beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami Ismail, Ishak, Yakub dan anak
cucunya (kami beriman) kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan kepada
apa yang diberikan kepada para nabi dari tuhanNya. Kami tiada membeda-bedakan
satu dari lainnya dari antara mereka dan kami menyerahkan diri kepada Allah”.
6. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman (dalam
Koentjaraningrat, 1986), wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan,
aktivitas, dan artefak.
- Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai , norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak ; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat . Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
- Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi , mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang ber- dasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret , terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
- Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Pada kenyataannya, kehidupan
bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari
wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan
memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen
utama, yaitu kebudayaan material dan kebudayaan non- material. Kebudayaan
material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk
dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu
penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari
generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau
tarian tradisional.
7. Perubahan Kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan
adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian
diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan
yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian
mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti
teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik
penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan
pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah
satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan
gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup
semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan
perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan
kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan
menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
Mendorong perubahan kebudayaan
- Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
- Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
- Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
Menghambat perubahan kebudayaan
- Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
- Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
- Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
Faktor intern
- Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah
biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan
diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk
akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
- Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi
terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik
kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah
transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat
dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
- Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat
dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi
masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka
harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga
terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
- Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa
faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan
karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan
demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan
mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
Faktor ekstern
- Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur
perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah
sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain
berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat
sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
- Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu
dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam
ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses
penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
- Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia
umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana
tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
8. Kaitan Manusia dan Kebudayaan
Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan dua
hal yang sangat erat berkaitan satu sama lain. Manusia di alam dunia
inimemegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari berbagai segi. Dalam
ilmu sosial manusia merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau
selalu memperhitungkan setiap kegiatan sering disebut homo economicus (ilmu
ekonomi). Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri
(sosialofi), Makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk
yan g berbudaya dan lain sebagainya.
Contoh Hubungan Manusia dan
Kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara
manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan
kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana
itu hubungan keduanya ?
Dalam sosiologi manusia dan
kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya
berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan
kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup
manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu
kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara
manusia dengan peraturan – peraturan kemasyarakatan. Pada saat awalnya
peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang
membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu
sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang
dari kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat
adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam
terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia
dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu
sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang
lebih awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya
hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat
dilakukan dengan lebih cermat.
Pengertian Dialektis
Dialektika disini berasal dari
dialog komunikasi sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke hadapan publik.
Kemudian muncul tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling
bertentangan ini didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari
fenomen dialog ini dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis.
Tesis disini dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis yakni lawan
atau oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian dari keduanya baik
tesis dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi peniadaan dan pembatalan baik
itu tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak berlaku lagi. Dapat dikatakan
pula, kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke taraf yang lebih tinggi.
Tentunya kebenaran baik dalam tesis dan antitesis masih dipertahankan. Dalam
kacamata Hegel, proses ini disebut sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari dialektika Hegel
yakni tesis-antitesis-sintesis berangkat dari pemikir-pemikir sebelum Hegel.
Antinomi Kantian akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang tidak
terselesaikan[1]. Kemudian Fichte dengan metode ”Teori Pengetahuan”-nya tetap
memunculkan pertentangan walaupun sudah melampaui sedikit apa yang dijabarkan
oleh Kant.
Dialektika sendiri sudah dikenal
dalam pemikiran Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia adalah sama dengan isi
kesadaran. Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan
cara sebagai berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang mengakibatkan
adanya ”non-Aku” yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis. Kemudian
sintesisnya adalah keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya: kebenaran
keduanya itu dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku” menempatkan
”non-Aku yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang dapat
dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya, Hegel
menyempurnakan Fichte. Hegel memperdalam pengertian sintesis. Di dalam
sintesis baik tesis maupun antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan
Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung tiga arti, yaitu: a)
mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan dirawat
dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara, c) ditempatkan pada
dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya (tesis dan antitesis) tidak lagi
berfungsi sebagai lawan yang saling mengucilkan. Tesis mengandung di dalam
dirinya unsur positif dan negatif. Hanya saja di dalam tesis unsur positif ini
lebih besar. Sebaliknya, antitesis memiliki unsur negatif yang lebih besar.
Dalam sintesislah kedua unsur yang dimiliki tesis dan antitesis disatukan
menjadi sebuah kesatuan yang lebih tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan sebagai
cara berpikir untuk memperoleh penyatuan (sintesis) dari dua hal yang saling
bertentangan (tesis versus antitesis). Dengan term aufgehoben, konsep ”ada”
(tesis) dan konsep ”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk penyatuannya
dalam konsep ”menjadi” (sintesis)[2]. Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat
konsep ”ada” dan ”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan
batal atau ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah
perkembangan Yang Absolut untuk bertemu dengan dirinya sendiri. Ide yang
Absolut merupakan hasil perkembangan. Konsep-konsep dan ide-ide bukanlah
bayangan yang kaku melainkan mengalir. Metode dialektika menjadi sebuah gerak
untuk menciptakan kebaruan dan perlawanan. Dengan tiga tahap yakni tesis,
antitesis dan sintesis setiap ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi
lawannya (antitesis). Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih
tinggi dan menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian menjadi
tesis yang menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak yang
dinamis ini sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari gejala-gejala.
Itulah Yang Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan
(antitesis) tidak muncul setelah kita merefleksikannya tetapi pertentangan
tersebut sudah ada dalam perkara itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis
di dalamnya. Antitesis terdapat di dalam tesis itu sendiri karena keduanya
merupakan ide yang berhubungan dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan
ditiadakan (aufgehoben) dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua unsur
bertentangan namun muncul serentak. Hal ini tidak dapat diterima oleh
Verstandyang bekerja berdasakan skema-skema yang ada dalam menangani hal-hal
yang khusus. Vernunft-lah yang dapat memahami hal ini. Vernunft melihat
realitas dalam totalitasnya dan sanggup membuat sintesis dari hal-hal yang
bertentangan. Identifikasi sebagai realitas total menjadi cara kerja Vernunft
yang mengikuti prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita lihat bahwa
dialektika Hegel memiliki tiga aspek yang perlu diperhatikan[3]. Pertama,
sistem dialektika ini berbentuk tripleks atau triadik. Kedua, dialektika ini
bersifat ontologis sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah terhadap benda dan
benduk dari ada dan tidak sebatas pada konsep. Ketiga, dialektika Hegel
memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep abstrak yang disebut Hegel
sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut atau Roh
(Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen esensial akan
dialektika Hegel[4]. Pertama, berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan
oleh dirinya sendiri. Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus
akan kontradiksi. Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di
dalam kesatuan. Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
3 tahap proses dialektis
Proses dialektis ini tercipta
melalui tiga tahap yaitu :
- Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
- Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.
- Intemalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kotak komentar