Senin, 26 Mei 2014

Tabligh Akbar bersama Ustad Cinta Restu Sugiharto di Tempursari, Klaten

InsyaAllah desa tempursari akan mengadakan Tabligh Akbar yang bertema kan "Memaknai kembali Perjalanan Sepiritual Nabi Muhammad SAW untuk Memantabkan Diri Menyambut Bulan Suci" yang akan dilaksanakan pada minggu 8 juni 2014 pukul 8 pagi yang bertempat di masjid Jami Tempursari, Ngawen, Klaten.



berikut CV ustad  Restu Sugiharto

Ustadz Cinta (M. Restu Sugiharto, S. Ag.)
E-mail: ustadzcinta@rumahjodohindonesia.com
  ===================================================================
 
KOMPETENSI
Ustadz yang lahir di Klaten 8 Januari 1975 ini, mempunyai spesialisasi dakwah di bidang cinta, jodoh dan keluarga islami. Akrab dipanggil “Ustadz Cinta”.  Dipanggil demikian karena beliau mengemas dakwahnya dengan tafsir cinta.  Sebutan itu mulai populer tahun 2001 saat ustadz aktif menjadi dosen Studi Islam di Universitas Muhammadiyah Magelang.  Alhamdulillah, lewat tangannya dan atas izin Allah tentunya telah berjodoh 1022 orang lebih.

PENDIDIKAN 
1.   Pesantren “Al-Mukmin” Ngruki, Solo. 
2.   Pesantren Mahasiswa “Hajjah Nuriyah Shobron” UMS, Solo
3.   Fakultas Syariah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Solo. 


RIWAYAT PEKERJAAN 
1.   Dosen Studi Islam di Universitas Muhammadiyah Magelang (2002-2005).
2.   Kepala Humas Universitas Muhammadiyah Magelang (2003-2005).
3.   Dosen Studi Islam di Universitas Negeri Semarang (UNNES) cabang Magelang (2003-2005).
4.   Direktur Biro Jodoh dan KlinikKeluarga “Rumah Jodoh Indonesia”, Jakarta (2009-kini).


KIPRAH DAKWAH 
1.   Pengasuh Program “Majelis Cinta” MNC Muslim INDOVISION Channel 97,  (Februari 2011 – kini). 
2.   Bintang Tamu 5 kali di “Bukan Empat Mata” TRANS 7 (2009-2011). 
3.   Memecahkan rekor MURI bersama SCTV dalam program “Parade 21 Ustadz Kondang” (Ramadhan 2011). 
4.   Pengasuh rubrik Bedah Buku dan Curhat Cinta pada program “Coffee Break” TVONE (Juni 2011-kini). 
5.   Pengasuh “Duet Taushiyah Cinta” TPI (2006-2007). 
6.   Pengasuh “Klinik Cinta” INDOSIAR (sepanjang Ramadhan 2006).
7.   Menjadi Brand Ambassador Nasional "Al-Qur'anku" (2006-2007)
8.   Komentator “Take Me Out” INDOSIAR (edisi Ramadhan 2009).
9.   Narasumber “Syi’ar Cinta” bareng Ungu, Wali, Kangen Band, Alexa dan Marshanda” INDOSIAR (2008 dan 2009). 
10.   Pemeran tokoh utama “Ustadz Cinta” dalam Film Televisi (FTV) Religi “Selagi Ada Waktu” bareng Bintang-Bintang AFI di INDOSIAR  (2005). 
11.   Narasumber Kajian Cinta di Berbagai Televisi Nasional dan Regional: “Kafe Taklim” TVRI (2011), “Titian Qalbu” TVONE (2008-2010), “Cahaya Iman” INDOSIAR (2006-2008), “Kipas Ramadhan” METRO TV (2008), “Titian Illahi” B CHANNEL (2011), Silaturrahmi” JAKTV (2007-2010), “Tanda Mata Ustadz Cinta” ADITV Jogja (2009).

K A R Y A
1. Lima belas (15) buku fenomenal tentang cinta, jodoh dan keluarga.
2. Delapan belas (18) kaset ceramah cinta (Akurama Record dan Fatahillah Record).
sumber CV:  http://ustadzrestu.blogspot.com

Tag: tabligh akbar, pengajian akbar, tabligh akbar klaten, tabligh akbar desa tempursari, ustadz cinta di klaten, ustad cinta biro jodoh, event klaten, agenda tempursari, poster tabligh akbar, contoh poster tabligh akbar bagus, contoh poster tabligh akbar remaja, contoh poster keren, poster smoot, gambar poster tabligh akbar

Selasa, 06 Mei 2014

serusa




A.     SANGGAR DAN AKADEMI SENI RUPA
            Disekitar tahun 1945-1950, adalah masa revolusi fisik. Sanggarpun tumbuh dimana-mana, diantaranya adalah: Golongan Seni Rupa Masyarakat, ketua Affandi, sekretaris Dullah. Dullah (realisme) yang akhirnya mendirikan museum Dullah di Solo sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1946 lahir di Madiun Seniman Indonesia Muda (SIM) ketua S. Sujoyono. Pelukis Rakyat, lahir di Yogyakarta. Para pelukis yang bermukim di Yogyakarta pada tahun 1947 berhasil pameran bersama, menampilkan sekitar 70 lukisan, berkat bantuan keuangan dari Biro Perjuangan Kementerian Keuangan. Dari jumlah lukisan tersebut hanya beberapa saja yang berhasil diselamatkan karena agresi militer kedua Belanda yang diboncengi sekutu. Di Jakarta sebuah poster karya Affandi saat detik-detik Proklamasi dengan model Dullah, teks Chairil Anwar: “Boeng ayo boeng” diproduksi dengan teknik cukilan kayu oleh grafikus Abdulsalam sempat membakar semangat para pejuang kemerdekaan. Poster disebarkan diseluruh Jawa, dan ditempel pada gerbong-gerbong sepur di Jawa. Poster ini reproduksinya dapat dilihat di Monumen Jogja Kembali. Sanggar yang lain adalah: Pelukis Indonesia dan  Jiwa Mukti  lahir di Bandung, Prabangkara di Surabaya, Sanggar Banbu di Yogyakarta. Pelukis front melukis langsung di garis depan pertempuran, sekitar tahun 1945.
            Pada tahun 1949 di Yogyakarta berdiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), di Gampingan, RJ.Katamsi sebagai direktur pertamanya. Pendukungnya adalaj S. Sujoyono, Hendra Gunawan, Jayeng Asmara, Kusnadi, Sindisiswoyo. Terdapat Jurusan Seni Patung, Seni Grafik, Seni Lukis, Reklame. Sedangkan bagian Guru Gambar (Bagian V) akhirnya dilimpahkan ke FKSS  IKIP Yogyakarta pada tahun 1964, menjadi Jurusan Seni Rupa. Saat itu masih di Sayidan, setelah tahun 1974 pindah ke Kampus Karangmalang, Sleman Yogyakarta. Saat ini (2010) menjadi Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Saat itu para didukung oleh dosen (seniman) bertaraf internasional ASRI: Drs. H. Widayat, Drs. Edi Sunarso, Drs. H. Amri Yahya. Adapun para Ketua Jurusan adalah: Jumadi, Soedarso, Sp. MA, Drs. Soetrisno P., Drs. Gudaryono, Drs. HM. Affandi, Drs. Soemarsono, Drs. Soesatyo,  Drs. Suwarna (penulis), Dra. Tri Hartiti Retnowati, Drs. Hajar Pamadhi, I Wayan Suardana, M. Sn., B Muria Zuhdi, M. Sn (2010). Untuk meningkatkan kompetensi akademik para dosen saat ini banyak yang studi lanjut S2 dan S3 di ITB, ISI Yogyakarta, PPS UNY. Atas prestasi dan pengabdiannya Drs. H. Amri Yahya (pendiri Amri Gallery di Gampingan) mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari PPS UNY, dan akhirnya dapat meraih predikat Profesor. Atas prakarsa Amri Yahya berhasil secara periodik 3 kali pada setiap 2 tahun sekali  mengadakan Pameran Batik Canting Emas pada tahun 1980an bekerja sama dengan Taman Budaya Yogyakarta. Pameran ini juga disertai dengan penghargaan karya terbaik, yang diikuti secara terbuka oleh umum. Pameran Seni Rupa Dosen Alumni dan Mahasiswa (DAM) juga terselenggara secara periodik dua tahun sekali, di Taman Budaya yang ketiga kali di Beteng Vredeburg Yogyakarta. Pada tahun 2006 para dosen unjuk gigi  pameran seni lukis di Tembi Rumah Budaya Bantul yang dipublikasikan secara global melalui internet. Saat ini (2010) Jurusan Pendidkan Seni Rupa FBS UNY terakreditasi B, menghasilkan
Lulusan sebagai calon guru yang kompeten.
ASRI Yogyakarta menelorkan seniman berbobot diantaranya adalah: Widayat, Bagong Kussudihajo, Edhi Sunarso, Saptoto, G. Sidharta, Abas Alibasyah, Sunarto Pr. Sajirun (perencana uang), Siti Rulyati, Hardi, Bonyong alias Muniardi, Aming Prayitna, Mujitha, Mulyadi W.,Irsam, Agus Dermawan, Abdul Rahman.
Di Bandung pada tahun 1950 lahir Sekolah Guru Seni Rupa, berkat jasa S.Sumarja, Ries Mulder, Arie Smit, menelorkan senima: Popo Iskandar, Ahmad Sadali, But Mokhtar, Srihadi, AD Pirous, Hariadi, Kabul Suadi, T. Sutanto, Umi Dahlan, Sunaryo, Jim Supangkat, Pandu Sudewo, dsb. Saat ini bernama Jurusan  Seni Rupa ITB.
Di Surabaya para pelukis bergabung dalam Aksera (Akademi Seni Rupa Suirabaya) dengan tokoh: Amang Rahman, Krisna Mustajab, Daryono, OH Supono, Rudi Isbandi, Nunung WS,  Nuzurlis Koto.
Di Jakarta lahirlah Jurusan Seni dan Disain LPKJ (Lembaga Kesenian  Kesenian Jakarta). Pengaruh pergolakan politik sangat tersa sekitar enampuluhan tahun hingga runtuhnya Orde Lama. Hal ini merembes pada kreativitas seni rupa, yang mengakibatkanadanya pertentangan politik secara actual, bahkan dengan pengerahan massa. Sesudah tahun 1965 kekbebasan kreatif dihargai berlandaskan Pancasila, maka tumbuh berdampingan antara Naturalisme, Realisme, Impresionisme, Abstrak dan dekoratif. Teknik kolase, batik dengan tema bervariasi cukup memperkaya khasanah seni rupa Indonesia.
Di Yogyakarta pengusaha batik dan seniman berkumpul dan bekerjasama Dengan Balai Penelitian Batik yangmengadakan eksperimen dan akhirnya menghasilkan Seni Lukis Batik yang cukup artistikdan berkembang pesat. Tokohnya adalah: Kusnadi, Kuswaji, Sularjo, Amri Yahya, Bambang Utoro, dan sederet seniman batik di Taman Sari Kraton Yogyakarta. DiJakarta Murdiyanto juga melukis batik. Pemerintah DKI Jakarta memperhatikan hal ini dengan memberikan fasilitas dan akhirnya lahirlah Dewan Kesenian Jakarta taman Ismail Marzuki, Lembaga Kesenian Jakarta, Museum dan Gelanggang Remaja. Di bali juga muncul  gedung  megah di  Abian  Kapas  guna  pameran seni rupa, lahirlah
gaya Kamasan daerah Klungkung (klasik tradisional) dengan dominasi warna keciklatan dan prada mas. Lahir juga The Young Artist dengan warna cemerlang segar.
            Widayat, ia lahir di Kutoarjo 2 Maret 1919, mulai belajar melukis tahun 1939, studi di ASRI Yogyakarta sejak tahun 1950. Ia punya 2 istri dan 11 anak, pernah menjadi militer Devisi Garuda Sumatra Selatan. Ia bersama Mulyono pelukis zaman Mooi Indie mendidrikan Pelukis Indonesia Muda (PIM) pada tahun1952. Menjadi dosen ASRI tahun 1954 – 1988 pada jurusan Seni Murni dan Desain. Mendirikan Museum H. Widayat di Mungkid, Magelang, Jateng, direskikan pada tanggal 30 April 1994. Ia menjadi Ketua Jurusan Dekorasi/ disain Ruang Dalam di STSRI ASRI Yogyakarta tahun 1966 – 1984. Pernah belajar keramik, gardening dan printing di Jepang. Lukisannya banyak berdasarkan konsep:  penampilan tema dan motif kehidupan keseharian, dan berkisar pada keluarga, pemandangan alam, corak dekoratif-magis. Sebagai contoh lukisan  Widayat sebagai berikut.


Gambar 9. “ Arus balik setelah lebaran”, Widayat, 1997, 95 Cm x 145 Cm

Sumber lukisan tersebut adalah katalog pameran tunggalnya pada tanggal 20 Maret 1999 di Museum H. Widayat Mungkid, Magelang, Jateng. Suatu semboyan berdasarkan pada prinsip yang dipegang teguh adalah: “berdoa, bersyukur dan beramal”. Pameran di: Jakarta, Bali, Tokio, Nagoya, Yogyakarta, dunia mengakui ia sebagai seniman berbobot, bertaraf internasional. Prosedur: melukis berdasarkan ilham dan berbagai endapan pengalaman dan penagamatan kehidupan sehari-hari.
            Edhi Sunarso, lahir di Salatiga tahun 1933. Ia belajar melukis 1947-1949 dalam komplek tawanan L.O.G. Bandung. Tahun 1950 belajar melukis dan mematung pada Hendra Gunawan. Pendidikan : 1950-1955 ASRI Yogyakarta, 1955-1957 Visva Bharati University Santiniketan India, 1958 Ketua Jurusan Seni Patung ASRI Yogyakarta. Tahun 1969-1973 dosen Jurusan Seni Rupa FKSS IKIP Yogyakarta. Tahun 1963 anggota TIM Keluarga Arca Yogyakarta. Mendapat hadiah nomor 2 kompetisi seni patung internasional di London Inggris. Contoh seni patungnya (disain monumen) bercorak realistis dikoleksi oleh Balai Seni rupa Jakarta: “Monumen AURI” tinggi 97 Cm, “Pembebasan Irian Jaya” tinggi 106 Cm, “Patung potret diri”, tinggi  65 Cm. Karya patung monumentalnya cukup banyak di Jakarta dan Yogyakarta: Monumen AURI, Pembebasan Irian Jaya, Pancasila sakti di Jakarta, bahan perunggu. Monumen serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, bahan perunggu. Prosedur: disain patung dari tanah liat, dibuat cetakan, dicor perunggu, dirangakai ditempat dipasannya monument tersebut.  Pengecorannya di bengkel Karangwuni Jl Kaliurang Yogyakarta. Diorama di Monas Jakarta. Dalam mengerjakan berbagai karyanya, mesti mendapat bantuan dari para mahasiswanya. Hal ini  sekaligus merupakan transfer of value kepada generasi penerus agar “ niteni, meniru dan nambahi” supaya lebih maju dan lebih baik untuk iklim persenipatungan Indonesia dikemudian hari.
            Kegiatan pameran bersama di New Delhi, Calcuta, Nederland dan Yogyakarta. Mendapat hadiah ke 2 dan ke 3 dalam kompetisi Monumen Revolusi
10 November Surabaya tahun 1971. Mendapat medali emas hadiah ke 1 dalam kompetisi dan pameran seni rupa di India tahun 1957. Berikut contoh patung dari batu andhesit.



Gambar 10. “Kelaparan”, Edhi Sunarso
(Soedarso, Sp. Dkk. 1992: 94)

            Patung tersebut menggambarkan betapa penderitaan rakyat Indonesia saat dijajah, hingga kurus kering, namun kakinya membesar sebagai pertanda adanya penyakit. Untuk menciptakan patung dari bahan batu andhesit, diperlukan  kecermatan dan kehati-hatian dalam memahat, agar menghasilkan patung sesuai dengan tujuannya. Sebab jika salah memahat dan terjadi kerusakan proporsi atau sikap, maka arca tersebut akan cacat dan tidak baik. Patung tersebut menghiasi halaman gedung DPRD DIY di Jl. Malioboro Yogya.
            Saptohudoyo, lahir di Solo 1925, menetap di Yogyakarta dan membuka galeri di Jl. Lakksda Adisucipto (Jl. Solo), sebelah utara Lanud Adisicipto Yogyakarta. Banyak mengunjungi Negara asing: Philipina, Hongkong, Jepang, Jepang,  Inggris, Belanda, Amerika, Perancis, Italia, Mexico, Spanyol, dan Hawai. Pelukis realism pada awal mulanya, namun berkembang ke kolase logam (onderdil kapal terbang). Lukisan koleksi Balai Seni Rupa Jakarta: “Siaga menghadang konvoi Belanda”. Karya yang lain adalah: “ Wanita dengan kelenting”, “Wanita pembawa keranjang”, “Pahlawan”. Berjasa dalam mengembangkan disain gerabah Kasongan Bantul, Yogyakarta sehingga maju. Mempunyai ide membuat makam seniman di Imogiri Bantul, (di bukit sebelah barat makam raja-raja Mataram) dan terlaksana, kemudian ditempatinya bersama H. Widayat dan seniman lain yang berkenan dimakamkan di sana.
            Amri Yahya, lahir 29 September 1939 di Palembang, belajar melukis di ASRI Yogyakarta dan Jurusan Seni Rupa FKSS IKIP Yogyakarta, kemudian menjadi dosen di Jurusan Seni Rupa FKSS IKIP Yogyakarta (tahun 2010 FBS Universitas Negeri Yogyakarta). Pameran di dalam dan di luar negeri sangat sering: Timur Tengah, Perancis, Belanda (studi lukis keramik), Amerika, Brunei Darrussalam, Thailand dan lain-lain. Semula melukis realisme, kemudian berkembang semi abstrak, kaligrafi Arab, dengan cat minyak dan akrilik, dan aquarel. Mengembangkan seni lukis batik, penggagas “Canting Emas”, diikuti oleh umum, pameran batik dan penghargaan di Taman Budaya Yogyakarta,  Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Pameran tersebut diadakan secara rutin setiap 2 tahun sekali, tahun 2000 pameran yang kelima kalinya.  Konsep: daerah asalnya banyak lebak,mengilhami menjadi lukisannya. Ia memegang teguh suatu prinsip: “seni untuk ibadah”. Prosedur, dalam melukis setelah mendapat ide melalui ilham, kemudian berekspresi secara spontan ekspresif di atas kanvas, dan aksen plototan cat mendominasi lukisannya, cemerlang dan reklamis. Domisili di Gampingan Yogyakarta, dan sekaligus sebagai “Amri Gallery”. Atas jasa-jasanya yang telah  mengharumkan  nama   bangsa   Indonesia  di  dalam  dan  luar negeri  maka  ia  mendapat  gelar
Doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta. Berikut contoh lukisan batiknya.

 

Gambar 11. “Karang”, Amri Yahya
(Katalog Canting Emas 2000)
             Popo Iskandar, lahir di Garut, Jawa Barat 17 Desember 1927, selain pelukis, ia penulis kritik sejak tahun 1958-1987, dimuat di berbagai majalah dan harian. Pendidikan melukis sejak tahun 1943 dibimbing oleh Angkama, Barli dan Hendra Gunawan. Bergabung dengan Keimin Bunka Shidoso di Bandung. Pada tahun 1944 karyanya terpilih untuk pameran keliling di kota-kota besar Indonesia bersama seniman besar Affandi, S. Sujoyono, Abdullah dan Hendra Gunawan. Tahun 1958 lulus dari Seni rupa ITB, dan mengajar di almamter tahun 1957-1961. Mengajar di Jurusan Seni Rupa IKIP Bandung tahun 1961-1993. Pameran tunggal sekitar 20 kali di Jakarta, Yogyakarta  tahun a959, Medan 1978 Den Haag 1979, Leiden 1986. Aktif pameran bersama pelukis lainnya di Beijing, London, New York, Negara Asean 1972-1984, KIAS 1992 dan Belanda 1993.
            Konsep: “keteguhan dalam menerapkan rumusan system nilai keabadian seni atau keindahan yang berlaku universal.” Prosedur melukis, berdasarkan ilham dan pengamatan liak liuk kucing, maka diekspresikannya di atas kanvas. Berikut contoh lukisannya.



Gambar 12. “ Dua kucing  di atas atap”, Popo Iskandar 1988
 (Katalog pameran retrospeksi tahun 1999)

            Penghargaan Popo Iskandar: Lomba sampul terbaik Horizon tahun 1969, Anugerah Seni Pemerintah RI 1980, anggota tetap Akademi Jakarta, seumur hidup sejak tahun 1970. Karya lukisnya bertema: kucing, pohon, bamboo, laut, perahu dan wanita. Penciptaannya berdasarkan konsep: “keteguhan dalam menerapkan rumusan system nilai keabadian seni atau keindahan yang berlaku universal.”

             Achmad Sadali, lahir di Garut 26 Juli 1924. Tamatan bagian Seni Rupa ITB Bandung. Ia pernah studi di State University IOWA dan Columbia Universtity. Bberapa kalipameran di dalam dan luar negeri. Tahun 1970 keliling Amerika Serikat, kemudian jepang, Mexico dan Eropa. Semula tampak adanya pengaruh Ries Mulder.Bidang lukisan yangluas, warna berat merupakan manifestasi kebesaran Allah. Pernyataan konsep: “Pernyataan saya semoga dapat dibaca dalam lukisan saya. Bila tuan tergugah olehnya, panjatkan puji kepada Allah SWT”. Suatu prinsip tertuang dalam pandangannya: figur (objek) menjadi kepingan bentuk geometric”. Koleksi Balai Seni Rupa Jakarta: “Gold and brown”,acrilik diatas kanvas, “Perahu di pulau Bali”.


Gambar 13. Tanpa judul, kaligrafi Arab, Achmad Sadali

Prosedur melukis: berdasarkan ilham dan imajinasinya dituangkannya bentuk tersebut di dalam kanvasnya. MendapatAnugerah Senidari PemerintahRI pada tahun 1972. Hadiah lukisan terbaik pada Biennale 1974, dan dari Dewan Kesenian Jakarta 1978. Lukisan kaligrafi Arab menjadi santapannya (Sudarmaji, Abdul Rachman, 1979: 7). Gambar 13 merupakan contoh lukisannya.

Abdul Djalil Pirous, lahir di Aceh 11 Maret 1933. Sarjana Jurusan Seni Rupa ITB. Pameran bersama di Yogyakarta, Bogor, Hanoi, Rio de Janeiro, Bangkok Swiss, Inggeris. Lukisannya mengambil motif-motif huruf Arab menyatu dengan bidang dan warna, cukup artistik. Seni grafis juga digeluti. Pernah belajar di School of Art and,  Design, Rochhester, New York USA. Mengajar di Seni Rupa ITB Desain Grafis. Koleksi Balai Seni Rupa Jakarta: “Epitaph I”, Purple manuscript” dan “Ayat di atas putih”. Penghargaan: Anugerah Seni dari Pemerintah RI tahun 1985. Lukisan terbaik I dalam Biennale Indonesia 1974 dan II tahun 1976, berkunjung 40 hari di USA 1985 dan Culture Grant dari British Council 1986 ke Inggris. Berikut contoh lukisannya, dari katalog Istiqlal 1991.




Gamar 14. “Al Ikhlas 89”, A.D. Pirous, 1989, akrilik.

            Fajar Sidiq, lahir di Surabaya tahun 1930. Mulai melukis dengan corak realistis sampai sekitar tahun enam puluhan, namun akhirnya di Bali ia mengambil sikap lain, menemukan konsep:menciptakan sesuatu yang kreatif yang tidak banyak mirip dengan dunia visual”. Dunia visual digantikan dengan dunia imajinasi yang divisualisasikan. Pada tahun tujuhpuluhan sekembalinya dari Selandia Baru, karena pengaruh op art Victor Vasarely ”Dinamika keruangan” muncul dalam lukisannya. Prosedur:  melukis bentuk-bentuk bidang yang dinamis menyentak, dengan format dan warna beraneka membentuk irama yang harmonis, dengan cat minyak. Anugerah Seni pernah diterima dari Pemerintah RI. Tiga karya cat minyak “dinamika keruangan” tahun 1966 dan 1975 menjadi koleksi Balai Seni Rupa Jakarta. Ia sebagai dosen tetap ISI Yogyakarta. Contoh lukisannya sebagai berikut.


Gambar 15. “Dinamika keruangan”, Fajar Sidiq.

              Amang Rahman Jubair, lahir di Surabaya 20 Nvember 1931. Ia menulis kritik sastra, drama dan sei rupa. Pernah mengasuh Yayasan Pendidikan Kesenian Surabaya, kemudian menjadi Aksera. Lukisannya lembut dalam pewarnaan dan goresan kuasnya terasa kontemplatif, aliran Surealisme. Konsep filosofinya: “Waktu melukis akau dalam keadaan diam,seperti diamnya ketika kita bersujud. Bersemedi. Kediaman itulah yang ingin kucapai dalam lukisannku. Suatu kediaman yang punya dasar hening, bening. Sedang kecenderungan kecerahan ingin kucapai dalam ketenteramannya. Dalam kesemuanya itulah kemudian aku merasa punya sambungan dengan puncak estetis dimana akau hidup” (Sudarmajai, Abdul Rachman, 1979: 10).
Lukisannya, sekitar tahun 1974 terkesan kontemplatif, terungkap dalam figur kewayang kulit.” Mintorogo” adalah lekisan yang dikoleksi Balai Seni Rupa Jakarta, cat minyak. Alamat: Jl. Kalikepiting 11 Surabaya. Pameran tunggal di Surabaya, Jakarta, Bandung. Pameran bersama di Jakarta dan Jedah, Arab Saudi. Contoh lukisan, dari Katalog Pameran Festival Istiqlal 1991 Jakarta.



Gambar 16. “Ar Ro’d 28”, Amang Rahman Jubair, 1991, cat minyak

            Daryono, lahir tahun 1935. Ia berkonsep: memndang maujud (fenomena) merupakan garis-garis bergerak seolah ditiup angin.”Potret dir” menjadi koleksi Balai Seni Rupa Jakarta. Domisili di Surabaya.Aktif pameran bersama pelukis Surabaya yang lain.
            Krisna Mustajab, pada tahun 1979 berumur 47 tahun, lukisannya lembut, sikapnya dengan alam intim, mesra dan pada subjek yang dilihat adanya kesan –kesan abstrak surealistis. Konsep, ia melukis ingin mengutarakan getaran-getaran rahasia alam yang bersumber dari luar dan diriku. Domisili di Surabaya.
            G.Sidharta Soegijo, lahir di Yogyakarta 30 November 1932. Alamat di Jl. Kusumanegara 187 Yogyakarta. Pendidikan : ASRI Yogyakarta 1950-1953, 1953-1957 Akademi Seni Rupa Jan van Eyeck, Belanda. Dosen ITB, ketua umum Liga Seni Rupa Bandung. Contoh patungnya sebagai berikut.


Gambar 17. “Tiang kehidupan”, G. Sidharta Soegijo, 1978
(Jim Supangkat dan Sanento Yuliman, 1982: 85)

            Mendapat anugerah seni lukis terbaik dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional. Anugerah seni dari Pemerintah RI tahun 1982. Diundang untuk membuat patung di Jepang, Singapore, dan Jepang. Aktif pameran tunggal dan bersama sejak tahun 1957, lukis, patung, grafis. Karya monumental : Relief Hirosima di museum Perjuangan Yogyakarta tahun 1960, patun Garudadi ruang siding MPR/DPR RI, monumen Tonggak Samudra di pelabuhan Tanjungpriuk Jkarta tahun 1980. Patung balance and orientataion di Elgala Plaza Fukuoka, Jepang. Patung-patung perunggunya di cor di Karangwuni Jl. Kaliurang. Pensiun dari ITB tahun 1997. Prosedur: berkarya jika pesanan bahan perunggu, maka pembuatan disain, cetakan, cetak, pemasangan di lokasi.

            Jim Supangkat, lahir di Jongaya Sulawesi Selatan 2 Mei 1948. Ia mulai melukis sejak tahun 1966, belajar sendiri dan di Sanggar Senima Bandung. Lulus jurusan Seni Rupa ITB tahun 1975. Disamping sebagai pelukis juga sebagairedaktur majalah pop Indonesia “Aktuil”, “Tempo”, tahun 1979 “Zaman”. Aktif sebagai kritikus seni rupa. Dosen luar biasa pada Institut Pertanahan Bogor. Pameran bersama  kelompok “ Pameran 74” tahun 1974, Pameran Seni Rupa baru 1975, dan 1976. Tokoh “Gerakan seni rupa baru Indonesia”. Ikut  Pameran se abad seni rupa Indonesia 1976. Ia menetap di Bandung. Sebagai Art Consultant dalam wadah Jim Supangkat and Associates. Koleksi Balai Seni Rupa Jakarta: “Patung Kristus”, tinggi 199 Cm bahan kayu dan logam.

            Jeihan Sukmantoro, lahir di Solo 1938. Rumah di Jl Mesjid 1/11A Bandung. Lukisannya sangat digemari oleh kritikus dan kolektor, bahkan punya agen di Australia dan Amerika. Lukisannya kebanyakan menampilkan figure wanita sendirian dengan latar belakang yang memukau. Sesekali muncul perahu pantai, dan bunga matahri. Ia pernah kuliah di Jurusan Seni Rupa ITB, keluar, melukis dan berhasil. Mendirikan Studio Seni Rupa di Bandung, tahu 1978 didampingi Dr. Sujoko mantan gurunya. Menjadi anggota komite The World Art and Culture Exchange Assosiation Inc , berpusat di New York USA.
            Berikut contoh lukisannya.


Gambar 18. “ Mirah di pantai merah”, Jeihan 1984
(Katalog Pameran Dua sahabat 1992)

            Sri Hadhy, lahir 18 Desember 1943. Studio dan gallery di Jl. Buncit 34 Jakarta. Pendidkan ASRI Yogyakarta, melanjutkan di Vrije Academic Voor Beelde Kunten de Vrije Academic Psycopolis, Den Haag. Ia telah mendapat nama berkat lukisannya yang bergaya ekspresionisme, disajikan dalam nafas kontemporer, cemerlang, dinamis, dikagumi tingkat nasional dan internasional. Pameran di Kualalumpur 1969, Bangkok 1972, Belanda 1972- 1988. Ia seorang dermawan, menyatakan prinsipnya: “ Saya sungguh mensyukuri bakat yang dianugerahkan-Nya, dengan jalan mengamalakannya sebagian hasil jerih payah saya itulah, saya mengagungkan nama-Nya. Prosedur melukis, spontan, ekspresif, segar dan meyakinkan. Berikut contoh lukisannya.


Gambar 19. “Anjungan V”, Sri Hadhy 1992, cat minyak
(Katalog Pameran Dua sahabat, 1982)

            Dalam lukisannya tampak dominasi goresan kuas besar yang ekspresif meyakinkan, tanpa ragu-ragu. Kemudian diisi dengan detail objek utamanya dengan goresan – goresan spontan menggunakan kuas kecil.
            Dari berbagai perupa, yang asalnya dari berbagai penjuru Nusantara ternyata Indonesia kaya akan seniman yang bervariasi alirannya, bagaikan mozaik yang bertebaran diberbagai kota besar Indonesia, walaupun sebagian besar menetap di pulai Jawa dikota-kota besar: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

LATIHAN
Pilihlah jawaban:
A.    Jika pernyataan 1 benar dan pernyataan 2 benar namun tidak ada hubungan/ tidak terkait.
B.    Jika pernyataan 1 benar dan pernyataan 2 benar, tetapi ada hubungan.
C.   Jika pernyataan 1 benar dan pernyataan 2 salah.
D.   Jika pernyataan 1 salah dan pernyataan 2 benar.
E.    Jika pernyataan  1 salah dan peryataan 2 salah.

Soal
1.    P1. Persagi lahir di Jakarta pada zaman pergolakan revolusi fisik diketuai oleh Agusjaya.
P2. Putera juga lahir pada zaman pendudukan Jepang di Jakartadipimpin bagian kebudayaan oleh S. Sujoyono.
2.    P1. Persagi telah memulai untuk menggelorakan nasionalisme dalam kesenian, S. Sojoyono sebagai sekretaris.
P2. Sedangkan Putera bagian kebudayaan dipimpin oleh S. Sujoyono, Affandi adalah salah satu anggotanya.
3.    P1. “Dalam taman nirwana”, judul lukisan Agusjaya, dengan penampilan figure-figur wanita yang cantik jelita sebagai bidadari.
P2. “Ranjang pengantin, judul lukisan S. Sujoyono dengan penampilan interaksi seorang wanita dan laki-laki duduk di tempat tidur.
4.    P1. Lukisan zaman Mooi Indie beraliran Su Ralisme, sebagaimana lukisan basuki Abdullah “ Gadis Aceh”.
P2. Lukisan zaman pendudkan Jepang, ada yang beraliran realis ekspresionisme, sebagaimana “Potret diri “, Affandi.
5.    P1. Lukisan” Bakul Yogya”, merupaka buah cipta Soedarso, Sp, MA dosen ISI Yogyakarta.
P2. Yang betul adalah bahwa Soedarso, Sp. MA adalah dosen ISI Yogyakarta  penulis tentang Sejarah Seni Rupa dan Tinjauan Seni.
6.    P1. Berbagai sanggar seni rupa lahir saat revolusi fisik, SIM sebetulnya diketuai oleh Affandi, yang melukis secara ottodidak itu.
P2. Di sisi lain sebetulnya Golongan Seni Rupa masyarakat diketuai oleh Affandi yang beraliran realis ekspresionis itu.
7.    P1. Widayat, sebetulnya adalah seorang pelukis naturalisme, karena objek yang dilukis banyak menampilkan suasana alam dan kehidupan sehari-hari seperti “Arus balik setelah lebaran”.
P2. Tetapi yang lebih meyakinkan bahwa Edhi Sunarso adalah seorang pematung ottodidak seperti juga haknya Affandi.
8.    P1. Amri Yahya adalah seorang pelukis yang menggagas senilukis batik Canting Emas, di Taman Budaya Yogyakarta.
P2. Sebetulnya Amri Yahya karena dosen pada Jurusan Seni Rupa FKSS IKIP Yogyakarta, menggagas Canting Emas tersebut, untuk umum.
9.    P1. “Kucing” banyak mengilhami lukisan Popo Iskandar, di ITB Bandung.
P2. “ Dinamika keruangan” juga merupakan ciri khas lukisan Fajar Sidiq, ISI Yogyakarta.
10.  P1. G. Sidharta Soegijo, salah satu patungnya berjudul ”Tiang kehidupan”, ia juga mendalami grafis dan lukis.
P2. Tetapi Sri hadhy, adalah pelukis yang handal, sebetulnya ia juga mahir mematung, salah satu patungnya adalah “Tonggak Samudra” di Tanjung Priuk Jakarta.

Kunci    (Latihan halaman 40)

1.    A                 6. D
2.    D                 7. E
3.    C                 8. B
4.    D                 9. A
5.    D               10. C

BAB IV PERKEMBANGAN SENI RUPA MODERN
            Perkembangan seni rupa modern Indonesia dipelopori oleh Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia dengan tokoh-tokohnya: Harsono, Muni Ardi, Jim Supangkat, S. Prinka, Dede Eri Supria, Bahtiar Zainal, Nyoman Nuarta, dan seniman muda yang lain, disekitar pertengahan tahun 1974. Terdapat dua pola piker, pertama mencari sebab kemandegan perkembangan seni rupa Indonesia. Kedua, pemikiran lebih bergerak kearah pencarian konsepsi baru dalam berkarya.
            Konsep:
1.    Tidak membeda-bedakan disiplin seni.
2.    Menghilangkan sikap seorang spesialis cipta seni.
3.    Mendambakan kreativitas atau memungkinkan berkarya sehingga tumbuh banyak gaya dan semuanya baru.
4.    Menerapkan perkembangan seni rupa yang berpredikat Indonesia.
5.    Memebebaskan diri dari keterikatan bentuk yang lazim, sehingga memberikan kesan eksperimental dan main-main (Raharja, 1987:113).

Akhirnya karya-karyanya tampak aneh, nyleneh, karena berprinsip semua media dan teknik dapat digunakan dalam berkarya seni rupa.


Gambar 20. “Kabut plastik”, Dede Eri Supria
(Raharjo, 1987: 113)
Pamerannya menyentak dan mengejutkan masyarakat, sehingga dari kaangan kritikus sendiri ada yang memandang negative dan positive. Sudarmaji dan Kusnadi pernah berpolemik dim as media tentang hal tersebut. Prosedur berkarya, setelah mendapatkan ide, kemudian diekspresikan secara bebas melalui media yang bebas pula. Berikut contoh karya yang lain.


Gambar 21. “Proyek migrasi pasir”, Priyanto

Karya tersebut seperti pamflet yang ditempel pada papan. Lain halnya dengan karya Jim Supangkat yang berjudul ”Salon”, berujud patung dinding yang menampilkan payudara yang  sintal, namun penuh dengan pesan tertentu berujut berbagai tulisan.  Di bagian bawah tengah payudara tampak tangan yang terbuka seakan menggapai kedua payudara tersebut. Di sini apresian berhak menafsirkan sesuai dengan bekal dan fantasinya, sehingga menemukan empati terhadap karya tersebut. Perhatikan gambar 22 berikut.

Gambar 22. “ Salon”, Jim Supangkat

            Kemunculan seni patung modern Indonesia ini untuk membedakan dengan seni patung primitive, tradisional dan klasik. Patung yang bercorak abstrak, figurative diperkenalkan tokoh-tokoh yang belajar di luar negeri seperti Edhi Sunarso, G. Sidharta, yang kemudian banyak diikuti oleh seniman yang lain. Pameran patung 1995 outdoor-indoor di Museum H. widayat Mungkid Magelang, dalam rangka 1 tahun usia museum itu, tanggal 30 April – 30 Mei 1995, menampilkan beberapa seniman. Seniman tersebut adalah: H. Widayat, Edhi Sunarso, Bagong Kussudiharjo, Melia Jaarsma, Kasman Ks, Eko Sunaryo, Hedi Sunaryo, Saptoto, Ivan Sagito, Anusapati, Mujiono, Askabul,Ign. Pamungkas Garjito, Eddi Harra, R.J. Winarno, Yamiek, Budi Rahayu, dan masih ada yang lain. Konsep: mencari diom-idiom yang menarik, sehingga menemukan spirit dan citra estetik yang baru. Sebagaimana tuntutan yang harus dipenuhi oleh seniman adalah menampilkan corak pribadi harus muncul di dalam patungnya. Sebagai contoh patung Ivan Sagito “Yang  tergantung dan terjemur bagian –bagian dirinya” cukup menarik untuk ditampilkan sebagai berikut.



Gambar 23. “Yang  tergantung dan terjemur bagian – bagian dirinya”, Ivan Sagito
(Katalog Seni Patung 1995: 16)

            Patung tersebut dari bahan kayu dan besi, tediri tiga bagian yaitu bagian pertama tampak tubuh wanita memakai rok tanpa tangan namun ada kakinya. Bagian kedua, tubuh laki-laki tanpa kepala dalam posisi duduk dengan kedua tangan menyingkap sarung, dan bagian ketiga tampak kepala  wanita dengan rambut panjang semampir pada tali jemuran. Penampilan  tiga baian tubuh yang tergantung demikian ini tergolong unik, karena biasanya sebuah patung berdiri di atas alas. Untuk memaknai penampilan patung yang demikian diserahkan kepada apresian, sesuai dengan bekal pengetahuan dan minat masing-masing. Sebagaimana dikemukakan oleh kritikus Sudarmaji, jika kita akan memaknai sebuah karya seni rupa kita harus “telanjang”, artinya jangan ada suatu isme atau faham yang mempengaruhi kita agar dapat mencerna makna yang hakiki.
Ivan Sagito lahir 13 Desember 1957 di Malang, pendidikan ISI Yogyakarta, Tinggal di Jl. Bener 61 Yogyakarta.
            Dalam “Pameran seni patung 2000” di Taman Budaya Yogyakarta tanggal 14 Februari – 4 Maret 2000, diprakarsai oleh taman Budaya dan Dewan Kesenian DIY, tampil perupa : Al ghazali, Amrus Natalsa, Arsana, Edhi Sunarso, Bagong Kussudiharjo, Ichwan Noor, Saptoto, Rita Widagdo, Sarjito, R.J. Winarno. Konsep: “Menampilkan idium-idium baru”, hal ini tampak dari berbagai variasi patungnya, menggunakan berbagai media. Begitu juga coraknya, figurative, abstrak, geometric, realistik, sehingga menampilkan adanya suatu tingkat kreativitas yang tinggi. Kecenderungan mengolah figure secara deformativ seperti patung R.J. Winarno yang terkesan adanya pengaruh Henry Moore sebagai berikut.


Gambar 24. “Kloning”, R.J. Winarno

            Proses kait mengkaitpun juga muncul dalam patung Hedi Haryanto dan Ahmad Syahbandi yang cenderung mengarah ke instalasi. Tema – tema sosial diangkat secara naratif (Anusapati, 2000: 27).




BAB V PERKEMBANGAN MUTAKHIR SENI RUPA INDONESIA
           
            Yayasan Seni Cemeti Yogyakarta menerbitkan buku berjudul ”OUTLET”, berisi tentang “ Yogya dalam peta seni rupa kontemporer Indonesia”, disusun oleh Jim Supangkat, Sumartono, Asmujo Jono Irianto, Rizki A. Jailani, M. Dwi Marianto, tahun 2000. Hal ini merupakan penelitian yang dibeayai oleh Prins Claus Fond  yang berkedudukan di Belanda. Penyelenggara yang menyusun Term of Reference (TOR) untuk mempertahankan kota Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota pelajar, maka Yogyakarta sebagai lingkup penelitiannya. Label Yogyakarta bukanlah merupakan sebuah aliran. Perkembangan seni rupa di Yogyakarta cukup dinamis, hingga muncullah istilah ”seni rupa kontemporer”. Sebenarnya telah lama sejak tahun tujuhpuluhan kritikus Dan Suwaryono telah memunculkan “ Seni Arca Kontemporer”, dimuat di harian Berita Yuda Jakarta.
            Pengertian seni rupa kontemporer ada dua :
1.    Seni rupa kontemporer berarti seni rupa modern dan seni rupa alternative, seperti instalasi, happening, dan performance art. Seni instalasi adalah karya seni rupa yang diciptakan dengan menggabungkan berbagai media, membentuk kesatuan baru dan menawarkan sesuatu yang baru. Seni instalasi tampil bebas tidak mengkotak-kotakkan seni lukis, seni patung, seni grafis dan lain sebagainya. Isinya juga mengandung kritik dan keprihatinan. Happenings disebut juga “teater aksi” (action theatre), “seni rupa peristiwa” (event art), “seni rupa total”(total art). Di dalam happenings biasanya merupakan perpaduan antara pameran seni rupa dengan pertunjukan teatrikal. Unsur-unsur seni teater tradisional dihindari, dengan naskah dan latihan.  Performance  art  adalah  perpaduan  antara   seni rupa  dan  pertunjukan. Dalam  seni  rupa pertunjukan ini dipertontonkan proses penggarapan sebuah karya visual yang disertai dengan pertunjukan gerak,musik dan lain-lain. Contoh: pada tahun 1960 Yves Klein mengarahkan pembuatan serangkaian lukisan yang dihasilkan dari tiga orang  model telanjang dengan tubuh yang berlumuran cat, kemudian menggosok-gosokkan tubuhnya di atas kanvas. Adegan seperti itu disertai iringan music dan dipertontonkan, hal ini disebut “Antropometrics” (Sumartono, 2000: 21-22). Hal ini rupa-rupanya mempengaruhi Iman Dipo dari Dipowinatan Yogyakarta yang melukis di pantai Parangtritis (tidak telanjang) dengan teknik serupa, di atas kanvas yang cukup panjang. Di dalam berseni rupa masalah “pengaruh” telah lazim.
2.     Seni rupa kontemporer berarti membatasi pada seni rupa alternative, seperti instalasi,  happenings, performance art dan beberapa karya lain yang mempunyai kecenderungan bertentangan dengan seni rupa modern. Contoh: seorang seniman membubuhkan tanda tangan pada tubuh seorang wanita telanjang, dan itu dianggap patung (Sumartono, 2000: 22). Jika seni rupa modern menunjukkan “ universalisme”, namun seni rupa kontemporer mengakui adanya “ pruralisme”. Semua bahan dan alat dapat digunakan sebagai media ekspresi, tidak ada pembatasan-pembatasan, lebih berani menyentuh masalah politik, sosial, dan ekonomi. Namun di Indonesia kadang sulit untuk membedakan antara seni rupa modern dengan seni rupa kontemporer. Istilah kontemporer berasal dari bahasa Inggris contemporary secara harfiah berarti “masa kini”, atau “modern”.
Dengan adanya pengetahuan tentang seni rupa Barat maupun Indonesia yang dikaji dari kampus, perupa muda dari STSRI Yogyakarta banyak berdiskusi dan mengadakan eksperimen dengan berbagai bahan dan alat, sangat bebasnya. Contoh: Fx Harsono: “ Rantai yang santai” tahun 1975, dari bahan kasur, bantal dan guling, rantai dan alas. Karya ini dipamerkan di Galeri senisono Yogyakarta,  sekarang tidak sebagai galeri lagi, menyatu dengan Gedung Agung.


Berikut contoh karya Fx. Harsono:


Gambar 25. “Rantai yang santai”, FX Harsono, 1975
(Sumartono, 2000: 26)

            Yayasan Seni Cemeti Yogyakarta (perpustakaan di Jl. Ngadisuryan 7A Yogyakarta 55133) besar pengaruhnya terhadap nafas seni rupa Yogyakarta, sehingga merupakan titik penting dalam “Art world Yogyakarta”, menuju internasionalisasi (istilah Sanento Yuliman almarhum). Kegiatannya adalah menggalang perupa muda untuk tampil dalam : pameran, diskusi, pemutaran slide dan film kesenirupaan yang sangat sering diadakan. Perpustakaanya terbuka untuk umum, serta keanggotaannya, pelayanan sangat familiair, mendukung maju bersama. Cemati didirikan oleh sepasang perupa yaitu Nindito Adipurnomo dengan Mella Jaarsma (kurator), sepulang suami istri ini dari Belanda (tahun 1980). Eddi Harra dan Heri Dono merupakan perupa yang sangat menyatu dengan Cemeti, dan merupakan pionir seni rupa kontemporer Yogyakarta. Berikut contoh karya Nindito Adipurnomo “Introversion” (April the twenty first), multi media, 1995-1996, 400 Cm x 600 Cm x 600 Cm. Tampak wajah Ibu Kartini dalam bingkai dan cermin-cermin oval, ditempel, dan digantung.

Gambar 26. “Introversion”, Nindityo Adi Purnomo, 1995-1996
(Irianto, 2000: 92)

            Karya tersebut mengisyaratkan pada kita hendaknya agar dapat bercermin kepada perjuangan Ibu Kartini yang telah berjasa membela hak azasi kaum wanita agar maju dan berkembang tidak ketinggalan dengan kaum lelaki.                                                                                                       
            Heri Dono, sesuai dengan konsep seni  instalasi, karya seni rupa yang diciptakan dengan menggabungkan berbagai media, membentuk kesatuan baru dan menawarkan sesuatu yang baru pula, maka ia berkarya sebebas mungkin  dan tidak meninggalkan prinsip juga. Prinsip: sikap kritis dan advokatif dalam seni rupa kontemporer Yogyakarta sebagai landasan kuat acuan berkarya. Heri Dono sering pameran internasional, berupa seni instalasi. Ia mempunyai kemampuan meramu unsur-unsur kekayaan tradisi, social-politik dalam penggarapan karya-karyanya sehingga tampil dengan meyakinkan. Tukang dan atau artis sering dilibatkan dalam kolaborasinya, sehingga muncul seni instalasi bersama performance art yang banyak melibatkan peserta. Prosedur: setelah ia mendapatkan ide kemudian mencari media dan diolah – dipadukan sehingga membentuk sebuah karya yang  telah  dikonsepnya.  Contoh:  Glass Vehicles”,
1995, mixed media. Tampak beberapa krombong krupuk berisi boneka, berdiri di atas kursi roda tiga, di tutup krombong tertera lambang kraton Yogyakarta.


Gambar 27. “ Glass Vehicless”,  Heri Dono, 1995
(Irianto, 2000: 99)


            Iwan Wiyono, mahasiswa ISI Yogyakarta tahun 1997 menampilkan performance art, berjudul ”The green man”. Ia tampil bercelana pendek, seluruh tubuh dicat hijau, membawa daun pisang hijau segar berjalan di Jl. Malioboro dari utara ke selatan. Dengan penampilannya ini banyak orang tercengang melihatnya, bahkan dikira orang gila. Sempat dirangkul polisi apa maunya? Dijawab secara diplomatis, “ini performance art”. Akhirnya diijinkan pulang juga. Bila ditinjau secara semiotika, hal ini sebagai pertanda bahwa seniman berekspresi sesuai dengan ide yang sarat akan suatu pesan tertentu, sehingga apresian diberi kesempatan untuk menafsirkan secara bebas makna yang terkandung di dalamnya. Dengan contoh-contoh ini menunjukkan betapa luas dan lebarnya perkembangan seni rupa Yogyakarta dewasa ini.


Perhatikan gambar berikut.


Gambar 28.”The green man”,Iwan Wiyono, 1997
(Zaelani, 2000: 167)

            Di Makasar juga tampak adanya gejala perkembangan seni rupa kontemporer, mimesis dan modern. Beberapa perupa diantranya adalah Sofyan Salam, Abdulkahar Wahid,  Amrullah Syam, Suripno, Zainal, Amin, Pong Masak, Sudirman, Firman Jamil dll., tampil dalam pameran, berbagai kegiatan seminar dan diskusi santai. Dari kacamata Sofyan Salam diungkapkan masih adanya gejala mimesis, yakni meniru alam misalnya lukisan pemandangan karya Abdul Kahar Wahid. Namun juga ada kreativitas seniman yang telah menjalar sangat bebas seperti halnya ”Seni rupa pertunjukan Koran”, karya Firman Jamil dkk., menampilkan arak-arakan membawa bendera koran disertai gerobag ditarik manusia. Apa sebetulnya pesan yang disampaikan? Penafsiran maknanya merupakan hak dari apresian,  yang jelas ini merupakan contoh performance art juga.



Gambar 29. “Seni rupa pertunjukan Koran”, Firman Jamil dkk. 1999
(Salam, 2000: 46)

            Pimpinan Muhammadiyah Daerah, kota Yogyakarta juga menyelenggarakan “Festival seni budaya” tanggal 20-27 Juli 2002. Salah satu kegiatannya adalah pameran lukisan di gedung PMD kota Yogyakarta Jl. Sultan Agung Yogyakarta. Pameran tersebut didukung oleh dosen dan seniman internasional Amri Yahya, Fajar Sidiq, Ida hajar, Syaiful Adnan,  Hendra Buana, Lucia hartini, Kustiyah, Suwarna (penulis), dan sederet seniman yang lain. Hal ini merupakan unjuk gigi Muhammadiyah, merupakan organisasi Islam  yang  besar,
Juga memperhatikan eksistensi seni, dengan catatan tidak menyimpang dari etika dan tuntunan agama Islam dan tidak musyrik. Muhammadiyah pernah mengharamkan memasang gambar KH. Ahmad Dahlan,dengan tujuan agar tidak mengkultuskannya. Namun telah ditinjau kembali maka diputuskan ”boleh memasangnya asal tidak mengkultuskannya dan tidak dipuja-puja agar tidak musrik”, keputusannya dimuat dalam Himpunan Putusan Tarjih.
            Kegiatan ini merupakan usaha realisasi Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 45 di Aceh dengan konsep: “Melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar lewat seni budaya dan media kultural”(Margono, 2002: 3). Prinsip: “Seni Untuk ibadah”. Prosedur: seniman berkarya berdasarkan ide / ilham, diekspresikan sesuai dengan karakter corak pribadinya dalam kanvas. Contoh: Lukisan Lucia Hartini beraliran Su Realisme sebagai berikut.


Gambar 30. “Seumur Sulaiman”, Lucia Hartini
(Katalog Pameran Festival Seni Budaya Muhammadiyah, 2002)

Sedangkan Ida Hajar : “ Un title”, menampilkan suasana kehidupan rakyat kecil, corak dekoratif. Tampak seorang Ibu menggendong anak sambil menyapu, danseorang anak memegang layang-layang. Di belakangnya tampak seorang wanita sedang membatik dan lelaki memegang burung, dari kejauahan tampak sebuah rumah joglo.

Gambar 31. “Un title”, Ida Hajar
(Katalog Pameran Festival Seni Budaya Muhammadiyah, 2002)

            Berikut adalah contoh lukisan Suwarna (penulis) yang dipamerkan di Festival seni Budaya Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2002: “Maha suci Allah”, cat minyak di atas kanvas, 90 Cm x 90 Cm. Dalam lukisan  tampak seekor sapi dinaiki 7 orang dan kambing dinaiki seorang, penggambaran ibadah Idul Qurban, bahwa sapi diperuntukkan 7 orang, dan kambing untuk seorang. dan tampak ada jamaah shalat dengan imam sujud di awang-awang, sert tulisan Arab “subhanallah” (maha suci Allah). Lukisan ini cenderung beraliran Su Realisme.



Gambar 32. “ Maha suci Allah”, Suwarna
(Katalog Pameran Festival Seni Budaya Muhammadiyah, 2002)

            Para perupa cilikpun, di Yogyakarta cukup banyak yang punya reputasi internasional seperti Bima (Tamansiswa), Intan Sari Dewi, (sanggar Melati Suci), tiga bersaudara Adya, Sotya, Lolita (Kids Painting), Jl. Puntadewa 19 Griya Pendawaharja Indah, Sewon, Bantul, Yogyakarta, mereka sudah sering pameran bertaraf internasional. Konsep seni lukis anak-anak adalah: “bermain dan melukis merupakan satu kesatuan”. Sedangkan prinsip yang harus dipegang dalam seni lukis anak-anak adalah: mengembangkan dan membina kreativitas sesuai dengan karakter kepribadiannya, tetap memperhatikan kejiwaan anak-anak. Prosedur: Anak-anak melukis apa yang ia ketahui bukan apa yang ia lihat, berdasarkan hal ini maka ide – fantasinya diekspresikan melalui media yang ia kuasai, pastel, spidol, glitter, cat air. Contoh: Perhatikan lukisan Intan Sari Dewi berikut.



Gambar 33. Jenis lukisan “ Enniki” (pengaruh Jepang), Intan Sari Dewi 1994.
(Katalog Pesta Seni Anak Internasional, 1994 di Yogyakarta)

Dalam lukisan tersebut ditulis tampak adanya suatu pernyataan yang ditulis di bagian bawah, hal ini disebut Enniki”, pengaruh Jepang. Pada lukisan China juga demikian.  Lukisan anak-anak pernah diteliti oleh Victor Lowenfelt (Amerika serikat) tahun tujuhpuluhan, menunjukkan adanya gejala stereotype, mengulan-ulang bentuk yang sama dalam setiap lukisannya. Contoh sering munculnya gunung dua, matahari terbit ditengah-tengannya, jalan lurus ditengah. Gejala yuxta position (perspektif mata burung = bird eye view, mensejajarkan objek bertumpuk ke atas, bahkan langit sering hilang taka dilukis. Hal ini juga dijumpai pada lukisan Bali. Gejala X ray picture (transparan/tembus pandang, misalnya kucing makan tikus, tikus masih tampak utuh di perut tikus. Gejala tegak lurus garis dasar, finanitas (menonjolkan sesuatu yang vital/aktif), gejala rebahan, condong tulisan, serba lucu. Berikut contoh lukisan anak TK ABA Mardi Putra Bantul, dengan mixed media, hasil binaan penulis.



Gambar 34. “Jembatan diantara dua gunung”, Yogi B1
TK ABA Mardi Putra Bantul Yogyakarta

Pada lukisan Yogi B1 tersebut memang masih tampak adanya dua gunung, namun ia sudah menambahkan objek jembatan diantar dua gunung tersebut, sangat fantastis. Matahari dilukis adanya unsur seperti mata, hidung, mulut, alais, hal ini merupakan gejala personifikasi pada lukisananak-anak. Matahari sudah dilukis di tepi kiri tidak ditengah  dua gunung. Pada puncak gunung yang kanan, tampak adanya dua pohon yang yang miring, tagak lurus bidang gunung , menunjukkan adanya gejala tegak lurus garis dasar. Adanya objek yang lain seperti hewan kaki empat, dua orang membawa rumput dan speda merupakan interaksi yang bagus.  Berikut contoh lukisan anak-anak, Sotya, “Monster burung”, 2002.


Gambar 35.  “ Monster burung”, Sotya, 2002
(Katalog pameran di Gabusan , 2003)

Dalam lukisan anak-anak tercermin adanya spontanitas yang tinggi, dansangat ekspresif. Lukisan  anak-anak  dewasa ini (2011), telah  menunjukkan
adanya suatu perkembangan yang luar biasa. Untuk mempelajarinya diperlukan suatu panduan dasar yaitu periodisasi dan tipologi. Paling tidak ada tipe visual dan non visual. Sedangkan periodisasi lukisan anak-anak menurut Victor Lowenfeld dalam Muharam Enton dan Warti Sundar (1991-1992) adalah sebagai berikut, masa:
Coreng-moreng                      : 2-4 tahun
Pra bagan                               : 4-7 tahun
Bagan                                      : 7-9 tahun
 Permulaan realism                 : 9-11 tahun
  Pseudo realism                     : 11-13 tahun
  Krisis puber                           : 13-17 tahun

Tokoh yang lain menyelidiki lukisan anak-anak adalah: Kercheinsteiner, Cyril Burt, Rhoda Kellog, masing-masing menemukan corak dan periodisasinya, namun tidak jauh berbeda. Periodisasi ini jangan terlalu ketat dianut, karena perkembangan lukisan anak-anak dewasa ini sangat pesat berkat adanya berbagai media massa, TV, internet, majalah dan lain-lain, sangat mempengaruhi jiwa maupun keterampilan teknik melukis.
Pembinaan seni lukis anak-anak juga banyak dilakukan di Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Surabaya, Bandung dan Malang. Banyak pula diadalan lomba lukis anak-anak yang diadakan oleh organisasi atau instansi pemerintah, dalam even-even tertentu dengan juri dari seniman dan pendidik seni. Kejuaraannya: Juara I, II, III dan Harapan I, II, III. Ada pendapat yang pro dan kontra, namun perlu diingat bahwa tujuannya adalah membina dan mengembangkan fungsi-fungsi jiwa: fantasi, sensitivitas, kreativitas dan ekspresi, agar perkembangan jiwa dan raga menjadi harmonis. Sanggar Melati Suci Yogyakarta membina asnak-anak melukis berdasarkan suatu konsep: “bermain dan melukis”, pembina A. Hari Santosa. Karta Pustaka Yogyakarta (Yayasan Indonesia –Belanda) sekitar tahun 1973-1990an membina seni lukis  anak-anak berdasaran konsep: “ekspresi bebas – tut wuri handayani”, dengan memberikan motivasi dan stimulasi dengan cerita dari anak maupun pembina, kemudian anak-anak melukis dengan mixed media (spidol, pastel, cat air). Pameran diadakan secara periodik, sebagai pertanggungjawaban kepada yayasan maupun publik dan orang tua, sekaligus mengembangkan apresiasi seni. Pembina kursus seni lukis di Karta Pustaka adalah dosen dan mahasiswa dari Jurusan Seni Rupa FPBS IKIP Yogyakarta: Soetrisno P., Soemarsono, Soesatyo, Soenarto, Suwarna, Hajar Pamadhi, B. Trisila Dewobroto. Prosedur: pemberian motivasi dan stimulasi dengan cerita atau pengamatan langsung di alam terbuka, anak berekspresi. Contoh: Lukisan Siwi Lungit, “ Bunga”, teknik aquarel, kertas, tahun 1990, umur 10 tahun, sekarang (2011) sudah menjadi penyiar TVRI Yogyakarta.

Gambar 36. “Bunga”, aquarel, Siwi Lungit, 1990
(Dokumen pribadi Suwarna)

Siwi Lungit berekspresi secara spontan dan berani, tanpa disket, langsung dengan cat air-aquarel.  Bunga merah di tengahnya ada warna kuning, disela-sela rimbunnya dedaunan hijau muda dan tua, terangkai oleh batang kayu coklat, sehingga ia tampil dan meyakinkan. Lukisan seniman dewasapun ada yang naïf - kekanak-kanakan. Hal yang demikian tampil karena ingin mencari identitas jati dirinya, coba perhatikan lukisan Heri Dono berikut.

Heri Dono, ia lahir 12 Juni 1960 di Jakarta, pernah studi di ISI Yogyakarta, tinggal skripsi, namun ia keluar dan melukis guna mencari identitas jatidirinya, kepribadiannya secara bebas. Saat ini tinggal di Yogyakarta. Sebagai pelukis sering berpameran bertaraf nasional maupun internasional, sejak tahun 1991: Australia, Inggris, New Zealand, USA, Singapura, Canada. Penulis menyaksikan pamerannya di Galeri Semarang (24 Juni-6 Juli 2003), kurator J. Sumartono. Pameran tersebut bertajuk: “Heri Dono, a spiritual journey”, Subject matter manusia, benda artifisial dideformasi secara bebas.


Gambar 37. “Inul is angel”, Heri Dono, 2003, 91 Cm x91 Cm, acrilik
(Katalog Pameran Galeri Semarang, 2003)

Rupa-rupanya Inul Daratista sebagai penyanyi dangdut yang baru naik daun dengan goyang ngebor, menggelitik Heri Dono dan diekspreikannya sebagai lukisan di atas kanvas. Lukisannya merupakan refleksi berbagai gejolak: sosial, politik, ekonomi di Indonesia. Pelukisan Inul bertangan tiga, tampak dua payudaranya, pakai rok hijau transparan, bahkan bagian vitalnyapun tampak kuning bertitik merah. Hal ini merupakan gejala transparan pada lukisan anak-anak. Muka dilukiskan dari samping, namun mata tampak dua, gejala seperti ini disebut idiografi, artinya ia melukis apa yang ia ketahui bukan apa yang ia lihat, hal ini juga merupakan gejala lukisan anak-anak. Di atas Inul tampak seorang laki-laki bermata tiga dengan tangan tiga pula, dari mulutnya menyembur warna putih ke bawah melingkupi Inul. Penggambaran mata tiga, tangan tiga, sudah tidak asing lagi bagi kesenian Hindu di Indonesia sebagaimana Syiwa bermata tiga dan tangan empat. Di sudut kiri tampak adanya enam orang bidadari, berterbangan di atas samudra yang luas. Penafsiran lebih lanjut dipersilahkan apresian.
Festival Kesenian Yogyakarta XV 2003, bertajuk : “reply”, diadakan di Taman Budaya Yogyakarta dan Beteng Vredeburg Yogyakarta, satu bulan tanggal 7 Juni - 7 Juli. Tujuan: penampilan perupa yunior bersama-sama tampil dengan berbagai aliran, guna menjawab, merespon berbagai narasi wacana seni, social, budaya, dengan tidak membatasi lingkup geografis. Begitu beragam dan sangat bebasnya medium yang digunakan, sehingga tampil dengan semarak da mempesona. Sederet perupa adalah: Amirul Fauzi, Arif Eko saputra, Abdi setiawan, Nurcahyo, Endra S., Iwan Wiyono. Contoh: karya Abdi Setiawan “Bingkisan untuk Tuhan” 2001, 150 Cm x 35 Cm x 35 Cm. Wujud karyanya adalah manusia di dalam boks, tampak kepala dan dua ujung tangannya. Pada boks ditempel danditulis angka-angka, tampak tangan putih membawa pisau di bawah. Apa pula ini maksudnya ? Sebagai apresian berhak menafsirkan wujud karya tersebut.
Tampil pula pasar seni di beteng Vredeburg, disertai BAZART menampilkan berbagai jenis karya lama dan baru, ilustrasi, gambar bentuk, lukisan, patung, sketsa,  dan grafis. Peserta: Affandi, Alex Luthfi, Fajar Sidiq, H. Widayat, Herry Wibowo, Pracoyo, Nasirun Yaksa Aguas, menampilkan karya dalam ukuran kecil. Berikut contoh karya  Abdi Setiawan.


Gambar 38. “ Bingkisan untuk Tuhan”, Abdi Setiawan, 2003
(Katalog FKY 2003)
LATIHAN
Pilihlah jawaban:
A.    Jika pernyataan 1 benar dan pernyataan 2 benar namun tidak ada hubungan/ tidak terkait.
B.    Jika pernyataan 1 benar dan pernyataan 2 benar, tetapi ada hubungan.
C.   Jika pernyataan 1 benar dan pernyataan 2 salah.
D.   Jika pernyataan 1 salah dan pernyataan 2 benar.
E.    Jika pernyataan  1 salah dan peryataan 2 salah.

Soal
1.    P1. Gerakan seni rupa baru Indonesia mempelopori adanya seni rupa modern Indonesia, sejak zaman Nindityo Adi Purnomo melahirkan Cemeti di Yogyakarta.
P2.  Namun sebenarnya Gerakan seni rupa baru Indonesia, diprakarsai oleh Harsono, Muni Ardi, Jim Supangkat, Dede Eri Supria dan kawan-kawan di sekitar pertengahan tahun1974.
2.    P1. Konsep tidak membeda-bedakandisiplin seni, dan berpredikat Indonesia dikemukakan oleh Yayasan Cemeti Yogyakarta.
P2.  Yayasan Cemeti  Yogyakarta menerbitkan buku OUTLET, berisi tentang Gerakan seni rupa baru Indonesia.
3.    P1. “Yang tergantung dan terjemur bagian-bagian dirinya”, adalah patung karya Ivan Sagito, dari bahan fibreglass.
P2. “Kloning”, karya seni patung R.J. Winarno dari bahan fiber bening. 
4.    P1. Iwan Wiyono tampil dengan “ The green man”, berjalan di Jl. Malioboro Yogyakarta.
P2. Karya Suwarna “Maha suci Allah”, ditampilkan dalam Festival seni budaya Muhammadiyah di Yogyakarta.
5.    P1. Lucia Hartini menampilkan “ Seumur Sulaiman” dalam Festifal seni budaya Muhammadiyah di Yogyakarta.
P2. Sedangkan Ida Hajar menampilkan ”Untitle”, bertema binatang.
6.    P1. Gejala X ray picture dalam seni lukis anak-anak, merupakan gejala menumpuk objek ke bidang atas lukisan, bejajar.
P2.  Heri dono dalan “Inul  is Angel” sebetulnya juga memunculkan Yuxta position, karena manampilkan objek tembus pandang.
7.    P1. “Rantai yang santai” karya Fx. Harsono, dipamerkan di galeri Senisono Yogyakarta tahun 1975.
P2. Wujud karya kasur dan guling bantal dan rantai yang disusun sedemikian rupa merupakan manifestasi konsep Gerakan seni rupa baru Indonesia.
8.    P1.   Di Makasar muncul “Seni rupa pertunjukan koran”, oleh Firman Jamil dkk., merupakan protes terhadap konsep Gerakan seni rupa baru Indonesia, yang tidak membatasi disiplin seni.
P2.  Di Yogyakarta Hero Dono memunculkan” Glass Vehicles”, merupakan wujud konsepsi seni instalasi yang mengangkat krombong krupuksebagai media ekspresinya.
9.    P1. Gejala stereotype pada lukisan anak-anak merupakan pengulangan bentuk yang sama pada setiap ia melukis.
P2.  Gejala stereotype ini sebetulnya merupakan penggambaran muka dari samping tetapi mata dilukis dua pada lukisan Heri Dono.
10.  P1. “Enniki,” adalah jenis lukisan yang menampilkan narasi tentang apa yang dilukiskan, pengaruh Jepang.
P2.  Sebetulnya di dalam “ enniki” , harus dilukiskan objek yang berjajar keatas sehingga yuxta position akan lebih meyakinkan.

Kunci jawaban Latihan BAB III dan BAB IV
1.    D
2.    E
3.    D
4.    A
5.    C
6.    D
7.    B
8.    D
9.    D
10.  C
RANGKUMAN
            Ternyata di dalam perjalanan seni rupa  Indonesia,yang terpotret dari Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Surabaya, Makasar menunjukkan adanya berbagai fenomena:
1.    Gerakan seni rupa baru Indonesia lahir pada tahun 1994, oleh Jim Supangkat dkk. Dengan konsep menghilangkan  sikap seorang spesialis seni rupa, mendambakan kreativitas dan berpredikat Indonesia, bebas, segala medium dapat dipakai berekspresi, maka tampak karya seperti main-main, eksperimental.
2.    Perkembangan mutakhir seni rupa Indonesia menunjukkan adanya cakrawala yang luas dalam bentuk happening art, seni instalasi, performance art, yang mengakui adanya pruralisme, dan disebut juga seni kontemporer diprakarsai oleh perupa muda, diantaranya adalah Nindityo Adi Purnama dkk dari yayasan Seni Cemeti Yogyakarta.
3.    Muhammadiyah sebagai organisasi Islam besar di Indonesia berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 45 di Aceh: “Melaksanakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar lewat seni budaya dan media cultural” , maka sampai dengan tahun 2003 Pimpinan Muhammadiyah Daerah (PDM) kota Yogyakarta telah dua kali menyelenggarakan pameran seni lukis di gedung PDM Jl. Sultan Agung Yogyakarta.
4.    Anak-anakpun tidak ketinggalan berprestasi tingkat internasional dalam bidang seni lukis, menunjukkan adanya suatu perkembangan yang meyakinkan, berkat adanya sanggar dan berbagai lomba seni lukis, media massa,  elektronik, cetak. Perlu diingat adanya periodisasi dan tipologi di dalam seni lukis anak-anak.









DAFTAR PUSTAKA
Dharsono. 2000. Seni Lukis Indonesia. Wacana Seni Rupa. Bandung: STISI.
Kusnadi dkk. 1979. Sejarah Seni Rupa Indonesia I dan II. Jakarta: Depdikbud.
Pameran Seni Rupa FKY VIII. 1996. Yogyakarta. Panitia FKY VIII.
Pameran Seni Rupa FKY XV. 2003. Yogyakarta. Panitia FKY XV.
Pameran Bazart FKY VIII. 2003. Yogyakarta. Panitia FKY XV.
Pameran Seni Patung. 1995. Satu Tahun Museum H. Widayat. Museum H.  Widayat dan Ruedian Graphic Design.
Pameran Temu Seni Rupa Fort Rotterdam. 2000. Makasar: Panitia.
Pameran Seni Rupa Festival Seni Budaya. 2002. Yogyakarta: Lembaga Seni Budaya Kota Yogyakarta.
Pameran dua sahabat. Jeihan dan Srihadhy. 1992. Jakarta. Panitia.
Pameran retrospeksi Popo Iskandar. 1999. Jakarta: Galeri Nasional.
Saptoto dkk. 1988. Widayat. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia.
Soedarso. Sp. 1987. Tinjauan Seni. Yogyakarta: Sakudayarsana.
___________. 1998. Seni Lukis Batik Indonesia. Yogyakarta: TBY dan IKIP Yogyakarta.
__________. 1972. Seni Patung Indonesia. Yogyakarta: BP ISI  Yogyakarta.
Sudarmajai dan Abdul Rahman. 1979. Katalog Balai Seni Rupa Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah  DKI Jakarta.
Supangkat, Jim. 1979. Geraka Seni Rupa Baru Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
_________dkk. 2000. OUTLET. Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti.
Wisata Budaya dan Sejarah. 1997. Jakarta: Dirjen Pariwisata.
________________________________________________________________
Internet:



wassalah

wassalah